Menundukkan Ego Untuk Suami

aKalau Anda taat kepada suami, Anda akan merasa nyaman. Anda punya ego, suami pun punya ego. Namun, setelah akad nikah, tundukkan ego Anda di bawah ego suami—selama ego suami tidak menyelisihi syariat. Ini adalah prinsip dasar yang harus dipahami.

Ingat kembali bagaimana dulu, ketika Anda masih lajang, Anda berdoa penuh harap: "Ya Allah, aku ingin menikah. Ya Allah, berikan aku pasangan hidup yang saleh, yang bisa menjadi pemimpin bagiku." Doa-doa seperti ini Anda panjatkan pada usia 24–25 tahun. Kemudian Allah mengabulkan doa itu. Anda pun menikah, lalu dikaruniai tiga anak. Tapi sekarang, justru Anda yang jadi pemimpin, dan suami Anda yang menjadi makmum. Anda telah mengubah peran dan konsep yang seharusnya.

Padahal, Allah telah berfirman:

"الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ "
"Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita........" (QS. An-Nisa: 34)

Nabi ﷺ juga bersabda:

"لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوْا أَمْرَهُمُ امْرَأَةً"  

"Suatu kaum itu tidak akan bahagia apabila mereka menyerahkan kepemimpinan mereka kepada wanita". (HR. Bukhari no. 4425)

Jika Anda yang mengambil peran sebagai pemimpin, dan suami sebagai pengikut, maka fitrah suami akan terganggu. Ia tidak lagi mencintai Anda sepenuh hati. Ia akan melakukan sesuatu untuk Anda, tapi terpaksa. Misalnya, ketika Anda meminta dibelikan logam mulia, ia mungkin akan membelikannya karena terdesak—agar tetap dilayani di rumah—tapi tidak dengan keikhlasan.

Namun, jika Anda mencintai dan menghormatinya sebagai pemimpin rumah tangga, maka ia akan memberikan segalanya untuk Anda—tanpa diminta. Ia akan memberikan jiwanya, fisiknya, hartanya. Bahkan mobil, rumah, dan sertifikat semuanya bisa ia serahkan atas nama Anda.

Tapi jika Anda tidak mencintainya dan tidak menempatkan posisi suami sebagaimana mestinya, maka meskipun ia memiliki harta dan kemampuan, ia tidak akan rela meletakkan semuanya atas nama Anda.